Minggu, 23 September 2012

Being a Juventini


I was born as a Juventini.
Saya lupa, kapan persisnya saya mulai suka sepakbola. Yang saya ingat, dulu saya cuma ikut-ikutan euforia Piala Dunia '98. Sosok zinedine zidane waktu itu yang menarik perhatian saya, dan mungkin membuat saya juga mulai melirik sepakbola. Makanya saya mulai mencari tahu tentang sosok pemain ini.
Usia saya waktu itu masih 7 tahun, dan internet belum segetol sekarang. Jadi saya mengandalkan kakak saya sebagai sumber informasi sepakbola waktu itu. Dari kakak saya, akhirnya saya tahu kalau Zidane itu adalah pemain Muslim yang bermain di klub Italia, Juventus. Lalu kakak menyodorkan pada saya sebuah tabloid bola yang memuat tentang profil Zinedine Zidane serta Juventus. Waktu itu Juventus adalah klub yang sangat disegani karena dua tahun sebelumnya (1996) berhasil menjuarai Liga Champions dan terkenal sebagai peraih scudetto terbanyak.
Akhirnya informasi itu saya biarkan sambil lalu, mungkin karena waktu itu saya terlalu kecil untuk memahami dunia sepakbola. Namun, karena ingin ikut-ikutan kakak yang punya klub idola (kakak saya seorang interisti, tifosi Inter Milan), saya memutuskan untuk memiliki klub bola idola juga. Saya tidak ingin punya klub idola yang sama dengan kakak, dan karena waktu itu klub bola lain yang saya tahu cuma Juventus, maka Juventus-lah yang yang saya pilih sebagai klub bola.
Sampai sekitar tahun 2002, saya masih belum begitu menyukai sepakbola dan masih ikut-ikutan nonton Piala Dunia saja. Semua berubah ketika saya mengikuti kiprah Juventus di Liga Champions 2002-2003. Perlu diketahui, Juventus waktu itu bertemu dua tim raksasa Eropa yang sekarang ditakuti, yaitu Barcelona dan Real Madrid secara berturut-turut di babak 8 besar dan semifinal. Pertandingan yang paling menarik perhatian saya waktu itu adalah ketika Juventus berhadapan dengan Real Madrid di semifinal. Waktu itu saya sudah cukup besar untuk mengetahui bahwa Real Madrid adalah klub tersukses di dunia dengan sejumlah pemain bintang, termasuk Roberto Carlos, Ronaldo, dan yang paling istimewa: Zinedine Zidane yang notabene mantan pemain Juve sekaligus (mantan) idola saya.
Kalau seluruh dunia waktu itu boleh jujur, pasti mereka akan mengakui kalau tak menyangka Juventus bisa melibas Madrid yang sangat kuat. Apalagi Juventus sempat tertinggal 2-1 di leg pertama. Namun Juve berhasil menang 3-1 di leg kedua, sehingga unggul agregat 4-3. Pertandingan itu menurut saya sangat luar biasa. Semangat Juve untuk tidak menyerah walaupun harus melawan The Galactic Army membakar hati saya. Hari itu, saya memahami apa yg disebut sebagai Lo Spirito. Hari itu juga saya untuk pertama kalinya menangis karena menonton sepakbola.
Juve kalah di final UCL melawan AC Milan. Tapi kecintaan saya terhadap La Vecchia Signora tak pernah padam.
Bahkan setelah kasus calciopoli tahun 2006, yang merampas 2 gelar scudetto terakhir Juve dan menjebloskan Juve ke Serie B, kasta kedua liga sepakbola Italia, saya tak pernah meragukan kecintaan saya terhadap Juve. 6 tahun saya harus bersabar karena Juve kehilangan kemampuan kompetitifnya, saya tetap setia menyaksikan Juve bertanding, giornata demi giornata. Musim 2011-2012 adalah musim termanis yang seakan membayar kesetiaan saya. Juve berhasil merengkuh scudetto ke-28 (menurut FIGC merda) atau 30 menurut statistik lapangan, dan rekor tak terkalahkan.
Sampai saat inipun, berbagai berita miring masih menyertai perjalanan Juve, termasuk skorsing 10 bulan yang dijatuhkan pada Antonio Conte, pelatih Juve saat ini. Namun, saat ini saya memilih percaya kepada klub dan meyakini bahwa lo spirito juve mampu melampaui semua fitnah dan ejekan yang dialamatkan kepada Juve.
Menjadi seorang Juventini adalah belajar tentang cinta sejati. Cinta yang tidak mengenal waktu dan tempat. Cinta yang menerima apa adanya, terlepas dari masa lalu yang kelam, masa kini yang penuh masalah, atau masa depan yang tidak tertebak. Cinta yang menjunjung kesetiaan, baik dalam suka maupun duka, baik dalam kemenangan maupun kekalahan.
Till i die, my blood will be stay covered in black and white.
FORZA JUVE! JUVE! JUVE OOOOHHH OHHHH

Sabtu, 22 September 2012

Talk about photography...

Kecintaan saya terhadap seni ini lahir dari ketertarikan terhadap kegiatan fotografi yang dilakukan kakak saya. Awalnya saya tidak mengerti apa yang menarik dari seni ini? Satu hal yang pasti: satu kali saya mencoba, saat itu juga saya jatuh cinta.
Saya sampai sekarang juga tetap merasa kesulitan untuk menjelaskan sisi menarik dari fotografi. Terlalu banyak hal yang menarik. Tapi, jika dipaksa menjelaskan maka saya akan menjawab dengan cara yang sederhana. Fotografi menarik karena seni ini sebenarnya punya kesamaan dengan seni-seni lainnya: kemampuan untuk mengekspresikan diri kita. Butuh kreatifitas, usaha, dan pembelajaran untuk menghasilkan karya foto yang baik. Tapi pada dasarnya, hasil foto kita merupakan ekspresi diri kita sendiri. Bagaimana cara kita berpikir, emosi kita, bahkan imajinasi kita sangat mempengaruhi hasil foto. Hal inilah yang menyebabkan munculnya banyak aliran fotografi.
Banyak yang bilang kalau fotografi adalah hobi yang mahal dan sulit. Saya berani bilang kalau itu bullshit belaka. Buktinya: sekarang banyak muncul komunitas fotografi lomo dengan karya yang menarik. Tahukah anda, kamera yang mirip mainan dan berharga jauh lebih murah dari SLR itu dulu dianggap sebagai kamera gagal? Tapi nyatanya orang-orang tetap bisa menghasilkan karya dengan lomo, bahkan sampai menciptakan komunitas kreatif. Bukti lain: Daisuke Ikeda, presiden Sokka Gakkai International adalah seorang fotografer yang tak pernah melihat viewfinder saat membidik objek! Beliau hanya meletakkan kamera di dadanya, kemudian menekan shutter. Teknik yang sangat sederhana, namun mampu menghasilkan karya menarik yang membuat sensei ikeda diakui di dunia fotografi internasional.
Saya sendiri seorang amatir yang awam teknik fotografi dan hanya punya sebuah SLR butut keluaran 5 tahun lalu. Tapi saya merasa kalau hal itu bukan hambatan berkarya. Yang penting, jangan berhenti belajar. Coba kunjungi situs-situs hobi fotografi (misalnya belajarfotografi.com), suhu-suhu di sana siap menampung dan mengkritisi karya anda, termasuk memberikan tips dan masukan. Jangan ragu untuk mempublikasikan hasil karya anda. Justru lewat publikasi, orang-orang bisa menilai karya anda, dan mungkin memberikan masukan yang baik. Kritik pedas atau cemoohan tak berbobot akan selalu ada, tapi buat apa dimasukkan dalam hati?
Terakhir, jangan ragu kembangkan style fotografi anda sendiri. Teknik-teknik yang ada di buku panduan hanya berfungsi untuk membantu anda belajar. Namun, karya anda tidak perlu terikat dengan semua itu. Buatlah karya dengan style unik dan otentik sesuai ekspresi diri dan kepribadian anda.
So, have you been interested to this art?

Selasa, 08 September 2009

first post

haii post ptama gw ne